Kubu Raya, BERKAT.
Bagi masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir Kalbar, ada sebuah kebiasaan yang saat ini masih dilakukan dan dilestarikan secara turun temurun.
Kebiasaan tersebut biasanya dinamakan tradisi makan tahunan, dimana menurut kepercayaan orang yang melaksanakan bahwa setiap tahun tahunnya, rezeki, jodoh dan segalanya yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa tidak pernah sama. Artinya, apa yang diberikan itu berbeda pada setiap masa. Seperti yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya yang setiap tahunnya secara turun temurun masih mempertahankan tradisi tersebut.
Konon, menurut kepercayaan masyarakat tradisi makan tahunan dilakukan sebagai mediasi untuk memohon dan berdoa kepada sang pencipta agar saat menjalankan kehidupan pada tahun berikutnya diberkati dengan berbagai kemudahan.
Tidak seperti makan biasanya yang lazim kita lakukan. Pada tradisi makan tahunan ini memiliki persyaratan yang harus dipenuhi. Seperti ayam kampung panggang, pulut (ketan, red) empat warna (putih, merah, kuning dan hitam) yang melambangkan empat elemen yang ada di bumi yakni tanah, air, api dan udara. Berbagai hasil bumi juga disuguhkan sebagai pertanda ungkapan rasa syukur atas apa yang telah diberikan.
Prosesinya, makan tahunan ini dipimpin dan diarahkan oleh tetua kampung dengan berbagai macam doa yang diucapkan.
Uniknya, makan tahunan ini dilaksanakan di dalam kelambu (tempat tidur, red). Dan tidak boleh berhenti sebelum lilin kuning yang dinyalakan dipadamkan.
Menurut Rahmad (54), salah seorang tetua adat di Kecamatan Sungai Kakap, manusia hidup di dunia ini tidak sendiri dan ada yang mendahuluinya. Untuk itu tradisi makan tahunan ini merupakan salah satu cara berbagi apa yang telah diberikan dan didapat. Selain itu, tradisi ini juga sebagai ungkapan rasa syukur yang tak terhingga atas apa yang telah diberikan pada kehidupan dalam jangka waktu satu tahun yang telah dilalui.
Hanya saja sebagian kecil masyarakat pesisir di Kecamatan Sungai Kakap ada yang meninggalkan tradisi ini. Banyak faktor yang menentukan, ada yang bilang zaman sudah canggih, barang-barang sudah naik. Namun, Rahmad merasa bangga saat ini masih ada orang yang tetap mempertahankan tradisi. "Siapa lagi yang akan mewarisi tradisi tersebut, kalau bukan anak cucu kita," ungkapnya. (adi)
Bagi masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir Kalbar, ada sebuah kebiasaan yang saat ini masih dilakukan dan dilestarikan secara turun temurun.
Kebiasaan tersebut biasanya dinamakan tradisi makan tahunan, dimana menurut kepercayaan orang yang melaksanakan bahwa setiap tahun tahunnya, rezeki, jodoh dan segalanya yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa tidak pernah sama. Artinya, apa yang diberikan itu berbeda pada setiap masa. Seperti yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya yang setiap tahunnya secara turun temurun masih mempertahankan tradisi tersebut.
Konon, menurut kepercayaan masyarakat tradisi makan tahunan dilakukan sebagai mediasi untuk memohon dan berdoa kepada sang pencipta agar saat menjalankan kehidupan pada tahun berikutnya diberkati dengan berbagai kemudahan.
Tidak seperti makan biasanya yang lazim kita lakukan. Pada tradisi makan tahunan ini memiliki persyaratan yang harus dipenuhi. Seperti ayam kampung panggang, pulut (ketan, red) empat warna (putih, merah, kuning dan hitam) yang melambangkan empat elemen yang ada di bumi yakni tanah, air, api dan udara. Berbagai hasil bumi juga disuguhkan sebagai pertanda ungkapan rasa syukur atas apa yang telah diberikan.
Prosesinya, makan tahunan ini dipimpin dan diarahkan oleh tetua kampung dengan berbagai macam doa yang diucapkan.
Uniknya, makan tahunan ini dilaksanakan di dalam kelambu (tempat tidur, red). Dan tidak boleh berhenti sebelum lilin kuning yang dinyalakan dipadamkan.
Menurut Rahmad (54), salah seorang tetua adat di Kecamatan Sungai Kakap, manusia hidup di dunia ini tidak sendiri dan ada yang mendahuluinya. Untuk itu tradisi makan tahunan ini merupakan salah satu cara berbagi apa yang telah diberikan dan didapat. Selain itu, tradisi ini juga sebagai ungkapan rasa syukur yang tak terhingga atas apa yang telah diberikan pada kehidupan dalam jangka waktu satu tahun yang telah dilalui.
Hanya saja sebagian kecil masyarakat pesisir di Kecamatan Sungai Kakap ada yang meninggalkan tradisi ini. Banyak faktor yang menentukan, ada yang bilang zaman sudah canggih, barang-barang sudah naik. Namun, Rahmad merasa bangga saat ini masih ada orang yang tetap mempertahankan tradisi. "Siapa lagi yang akan mewarisi tradisi tersebut, kalau bukan anak cucu kita," ungkapnya. (adi)